Sabtu, 14 Agustus 2010

Hidupi Hidupmu (Manifesto Individualis)


"Mengapa kau tinggalkan jalan yang lurus dan terbuka hanya untuk berada di jalan sempit yang sukar ini? Tahukah kau, wahai gadis kecil, kemana akan kau bawa dirimu? Jurang yang tak terhingga bisa saja menantimu di depan sana. Tak seorangpun, bahkan para penjahat, berani menyusuri jalan itu. Tetaplah berada di jalan yang lebar dan terang yang dilalui oleh banyak orang. Maukah kau? Berada di jalan-jalan yang telah di tentukan, diukur, dan ditandai. Sungguhlah nyaman dan aman untuk berada di jalan semacam itu." 

"Aku sudah muak dengan debu-debu, muak dengan rute yang dilalui oleh banyak orang; muak dengan para pengemudi dan para pejalan kaki yang terburu-buru. Aku lelah melihat kemonotonan semua itu, klakson mobil dan pohon-pohon yang tersusun seperti halnya barisan tentara. Aku ingin bernafas bebas, sesuka hatiku, menghidupi hidupku sendiri." 


Perubahan Kampus Atau Kampus Perubahan?

Pada isu kali ini mencoba menyambung tentang betapa otoritas kekuasaan semakin membelenggu hidup kita untuk pembebasan diri. Kami masih percaya bahwa pendidikan adalah sesuatu yang penting. Bagaimanapun, kampus masih dianggap sebagai pusat perubahan. Di benak kami tersimpan pertanyaan, relevankah jika kampus saat ini disebut sebagai ruang atau pusat perubahan jika di dalamnya masih ada kontrol-kontrol yang ketat atau belenggu dari otoritas yang kejam? Perubahan seperti apa yang terjadi dalam kampus saat ini? Hal itu akan kami coba analisa pada jurnal kali ini. Sorak-sorai menderita.

Perubahan ruang-ruang pendidikan, terutama kampus sebagai ladang bisnis sebenarnya bukan lagi rahasia bagi dunia global. Keadaan yang memuakkan ini ternyata berawal ketika WTO membahas 12 sektor jasa dalam General Agrement on Tariff and Services (GATS). Liberalisasi pendidikan adalah salah satu yang dibahas di dalamnya. Pendidikan pun dijadikan sebagai barang komersial yang dapat diperjualbelikan sesuai dengan logika perdagangan ala WTO. Maka tidak ada alasan lain bagi pemerintah di setiap negara yang tergabung di dalamnya, untuk keluar dari kondisi yang telah ditetapkan. Hal ini berdampak pada semakin terbukanya arus pergeseran kapital dalam dunia pendidikan.

Minggu, 08 Agustus 2010

Beberapa data dan fakta yang mendorong kita untuk melawan rezim neolib


1. Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa Susilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia) milik pemodal swasta/asing.

2. Hutang Luar Negeri Indonesia (Pemerintah dan Swasta) sebesar dua ribu lima ratus trilyun rupiah (2.500.000.000.000.000). Bunga dan cicilan pokok 450 trilyun. Pertumbuhan ekonomi 4 – 6 % per tahun hanya untuk biaya bunga dan cicilan pokok hutang luar negeri. Kekuatan ekonomi bangsa Indonesia telah terjebak dalam hutang berkepanjangan (debt trap) hingga tak ada jalan keluar! Kita akan terus hidup bergantung pada hutang.

Pertumpahan Darah Di Tanah 'Merah'


“Kami akan berjuang hingga darah terakhir kami, tetapi tak akan memberikan seinci tanah pun pada pemerintah.”
- Abdus Samad, tokoh warga dan keagamaan dari Nandigram

Grup Salim didirikan oleh sahabat dari mantan diktator Soeharto, Sudono Salim atau yang biasa dikenal dengan nama Liem Sioe Liong. Sebelum krisis moneter melanda Asia pada tahun 1997, Grup Salim merupakan korporasi berbasis bisnis keluarga terbesar di Indonesia dengan aset mencapai US$ 10 milyar (sekitar Rp 100 trilyun). Namun pada saat krisis moneter melanda Asia pada tahun 1997 mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar jatuh terpuruk, Grup Salim pun ikut terpuruk karena harus membayar utang-utangnya yang ikut membengkak kepada pemerintah dalam dollar.

Darah Dan Minyak Di Nigeria


"Dimana minyak berkuasa, hidup adalah neraka."
- Oronto Douglas, Niger Delta

"Mereka adalah para pembunuh di daratan-daratan asing. Mereka mengebor dan membunuh Nigeria."
- Assassin In Foreign Lands,
Wawancara CorpWatch Radio dengan seorang aktivis HAM Oronto Douglas

Royal Dutch Shell (atau yang lebih dikenal sebagai "Shell", dengan logo kerang berwarna kuning-merah) adalah hasil merger dua perusahaan besar; Royal Dutch Petroleum Company dari Belanda dan "Shell" Transport and Trading Ltd. dari Inggris pada Februari 1907, dengan kesepakatan 60% grup-grup Royal Dutch Shell dikuasai oleh Belanda, dan 40% dikuasai oleh Inggris. Langkah merger ini diambil karena kebutuhan kedua perusahaan tersebut untuk bersaing secara global dengan perusahaan minyak monopolistik asal Amerika, Standard Oil. Kini, Royal Dutch Shell (selanjutnya akan disebut sebagai Shell saja) telah beroperasi di dalam lebih dari 140 negara di seluruh dunia dalam bentuk grup-grup yang menjadi representasi Shell di masing-masing negara seperti Shell Oil Company (Amerika Serikat), Shell Argentina, Shell Nigeria, Shell India, dan negara lain termasuk Indonesia. Lahan bisnis Shell pun bervariasi dengan bagian-bagiannya masing-masing seperti Shell Chemicals, Shell Hydrogen, Shell Motor-sport dan masih banyak lagi, termasuk pengeboran dan produksi minyak.

Dahaga Diatas Mata Air


"used to be free
now it cost you a fee
'cause it's all about
getting that cash money"
- Mos Def, New World Water

Siapa yang tak kenal dengan merk dagang Aqua? Sangking terkenalnya, nama Aqua kini telah menjadi semacam nama generik dari produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) serupa di Indonesia. Coba perhatikan sekitar kita, berapa banyak org yg kita temui menyebut nama Aqua saat mereka hendak membeli AMDK di warung atau toko? Dan perhatikan juga, jarang sekali ada pembeli yang protes saat mereka diberi VIT, RON 88 atau ADES oleh si penjual walaupun sebelumnya mereka meminta "Beli Aqua satu..."